Wisata Kuliner Pulau Bali
Budi Sutomo — December 4, 2008 / 1:37 am
Topik: Berita
budi-6.jpg
Pulau Bali tidak hanya memiliki alam yang indah. Seni kuliner pulau dewata ini juga terkenal lezat dan menggugah selera. Siapa yang tidak kenal bebek betutu, sate lilit ikan atau pisang rai. Namun ada satu lagi masakan Bali yang tidak kalah lezatnya, namanya bebek bengil. Bebek goreng yang disajikan dengan sambal matah dan jukut sayuran.
Jika Anda berkunjung ke Bali, sempatkan mampir ke restoran Bebek Bengil yang terletak di Jalan Hanoman-Padang Tegal-Ubud. Restoran dengan konsep tradisional dan terletak di pinggir sawah ini menyuguhkan beragam hidangan andalan khas Bali. Harga menu memang sebanding dengan rasa dan suasana yang ditawarkan, harga satu porsi bebek sekitar 60 ribuan. Jika menyantap satu paket menu lengkap, mulai dari minuman, makanan pokok dan hidangan penutup, kurang lebih anda harus merogoh kocek 300 ribuan. Sembari bersantap, mata anda akan dimanjakan dengan hamparan sawah yang menyejukan mata.
Menu andalan resto ini tentu bebek bengil. Hidangan yang terbuat dari bebek yang di sajikan dengan sambal dan urap/jukut. Konon nama bengil diambil dari kelakuan si bebek sawah yang kotor. Bebek kotor ini masuk ke dalam restoran yang belum jadi dan mengotori lantai. Sejak saat itu restorannya diberi nama bebek bengil alias bebek kotor oleh sang pemilik.
budi-7.jpg
Bagi Anda yang belum sempat berkunjung ke restoran ini, jangan khawatir, resep bebek bengil ala budi boga tidak kalah lezatnya. Anda bisa mencobanya di rumah dan siapa tau menjadi lauk favorit keluarga Anda. Selamat mencoba. Teks/Resep/Foto: Budi Sutomo.
Bebek Bengil ala Budi Boga
Bahan:
1 kg bebek utuh
1500 ml air
Minyak untuk menggoreng
Bumbu:
7 siung bawang putih, haluskan
3 lembar daun salam
2 cm kencur, haluskan
3 sdm air jeruk nipis
2 cm jahe, haluskan
3 cm lengkuas, haluskan
1 sdt terasi, bakar, haluskan
1 sdm ketumbar, sangrai, haluskan
1 sdt lada halus
2 sdt garam halus
Cara Membuat:
1. Lumuri bebek dengan air jeruk nipis, bakar di atas api hingga bulu-bulu halusnya hilang. Potong bebek menjadi 8 bagian. Sisihkan.
2. Campur potongan daging bebek dengan semua bumbu-bumbu. Diamkan di dalam kulkas selama satu malam hingga bumbu meresap.
3. Panaskan 5 sendok makan minyak goreng, masukkan potongan daging bebekmbeserta bumbu-bumbu. Masak hingga daging bebek berubah warna.
4. Tuang air, aduk rata. Tutup wajan dan masak dengaan api sedang hingga bebek empuk dan air mengering. Tambahkan air jika air mengering namun bebek belum lunak. Agar lebih cepat empuk, proses merebus bisa dilakukan di dalam panci presto. Rebus bebek di dalam panci presto selama 30 menit. Angkat.
5. Setelah air mengering, tuang minyak hingga seluruh bebek terendam. Goreng bebek hingga berwarna kuning kecokelatan dan bumbu mengering. Sajikan panas dengan sambal matah dan jukut sayuran.
Untuk 8 Porsi
budi-8.jpg
Jukut Sayuran
250 g kacang panjang, potong-potong
150 g tauge, bersihkan
150 ml santan kental
Bumbu:
2 sdm air jeruk limau
1 sdt garam halus
4 buah cabe rawit, iris halus
1 sdm bawang merah goreng, haluskan
1 sdm bawang putih goreng, haluskan
3 siung bawang merah, iris halus
3 cm kencur, haluskan
2 lembar daun jeruk, iris halus
1 sdt garam halus
1 sdt gula pasir
3 sdm minyak panas
Cara Membuat:
1. Rebus tauge dan kacang panjang hingga matang. Angkat tiriskan.
2. Masukkan semua bumbu-bumbu di dalam santan, aduk rata. Panaskan sambil terus di aduk hingga panas namun belum mendidih. Angkat.
3. Campur santan panas dengan minyak panas dan sayuran. Aduk rata. Sajikan sebagai pelengkap bebek goreng.
Untuk 8 Porsi
dsc03895.jpg
Sambal Matah
Bahan:
5 buah cabe merah keriting, iris halus
9 butir bawang merah, iris halus
3 siung bawang putih, iris halus
2 batang serai, ambil bagian putih, iris halus
3 lembar daun jeruk, iris halus
3 sdm air jeruk nipis
½ sdt terasi, bakar, haluskan
3 sdm minyak goreng
1 sdt garam halus
¼ sdt lada hitam, haluskan
Cara Membuat:
Panaskan minyak, angkat. Campur semua bahan sambal, aduk rata. Tuang minyak hangat, aduk rata. Sajikan sebagai pelengkap bebek goreng.
Post to: delicious, Digg, ma.gnolia, Stumbleupon
Rabu, 03 Desember 2008
Selasa, 02 Desember 2008
Nasi Jenggo [BALI]
mardi 2 décembre 2008
Nasi Jenggo [BALI]
Makanan berupa nasi berbungkus daun pisang yang murah meriah khas Bali ini, isinya mirip dengan “Sego Bungkus” (bahasa Jawa: sego=nasi) yang dijual di angkringan siang hari di Semarang, yang kadang disebut juga “Sego Becak”. Mungkin karena yang beli biasanya para abang becak jadi dinamain gitu. Harganya murah meriah, dulu sih cuma 750 – 1.000 rupiah. Ga tau deh sekarang berapa… udah gitu porsinya buanyak banget, pas buat abang becak yang kecape’an seharian genjot becaknya.
Kembali ke Nasi Jenggo....
Di Bali, Nasi Jenggo dijual di angkringan malam hari. Biasanya dimakan sambil lesehan di trotoar. Mirip “Sego Kucing” di Jogja/Semarang/Solo gitu deh. Eh, tapi kabarnya ada juga penjual Nasi Jenggo yang keliling pake sepeda, lho... Harga Nasi Jenggo juga relatif murah, tapi porsinya ga sebanyak Sego Becak.
Kenapa dinamakan Nasi Jenggo?
Menurut cerita, Nasi Jenggo pertama kali muncul di sekitar daerah Suci–Denpasar, sebelum tahun 1980-an. Saat itu, Nasi bungkus khas Bali yang kemudian disebut Nasi Jenggo, bisa dibeli di salah satu sudut pasar senggol Suci setiap malam mulai pukul 20.00. Pada tahun 1970-1980-an, para penjelajah Kuta di malam hari mempunyai gaya yang khas mirip seorang koboi jaman wild west. Mungkin para koboi Kuta inilah yang kemudian dijuluki Jango (lelaki jagoan pada masa koboi). Nah, rupanya mereka ini sering berkerumum membeli nasi bungkus pedas khas Bali yang dijual di bawah poster bioskop Suci. Lama-lama nasi bungkus itu dinamakan dengan nasi Jango/Jenggo/Jinggo. (Disarikan dari tulisan pengamat budaya Benito Lopulalan di Kompas, 1997).
Bedanya Nasi Jenggo dengan Sego Kucing:
Nasi Jenggo umumnya dalam satu bungkus berisi sekepal nasi putih, dengan lauk mie goreng, sambal pedas, kering tempe, dan beberapa suwir ayam/daging/ikan yang dibumbui khas Bali.
Kalau Sego Kucing, isinya sekepal nasi putih + sambal, lauknya bisa pilih: ada yang pake ayam/ikan sarden/kering tempe/cumi hitam/telur balado, dll. (Tiap bungkus isi lauknya cuma satu. Jadi, bungkusan satu dengan yang lain isi lauknya beda, tergantung kita mau pilih yang mana). Makanya harganya juga lebih murah. Sekarang sekitar 1.000-2.000 rupiah.
Persamaannya:
Sama-sama “porsi balita” alias sedikit + sambal pedas yang ngangenin, dan dibungkus pake daun pisang.
Nasi Jenggo yang saya buat kali ini isinya: Nasi putih, Telur dadar, Sambal pedas, Mie goreng, dan Ayam Pelalah.
Resep Ayam Pelalah sama Sambalnya nyontek dari dapurnya Rurie. Karena Si Rurie itulah yang bikin saya ngiler penasaran sama yang namanya Nasi Jenggo. Heheheheh… (Danke yo, Rie...)
AYAM PELALAH
Bahan:
500 g Ayam, rebus, suwir-suwir
100 ml Kaldu ayam
Minyak goreng
2 lembar daun salam
1 batang serai, memarkan
1 sdt air jeruk limau
Bumbu:
6 butir bawang merah
4 siung bawang putih
2 cm kunyit
1 cm kencur
1 cm lengkuas
3 buah cabai rawit merah
3 cabai merah
3 butir kemiri
Garam
2 sdt gula jawa
2 buah tomat ukuran sedang
1 sdt Terasi
Cara Membuat:
Haluskan semua bumbu.
Panaskan minyak goreng, tumis bumbu halus, sereh, dan daun salam hingga harum.
Tuangkan kaldu ayam.
Masukkan ayam suwir. masak hingga ayam berubah warna dan bumbu meresap.
Kucuri dengan air jeruk limau.
SAMBAL NASI JENGGO:
Bahan:
Cabai rawit merah
Bawang merah
Garam
Terasi
Gula
Cara Membuat:
Gerus kasar semua bahan.
Goreng sambal dengan sedikit minyak sampai harum.
Recipes By. Rurie
Publié par deeTha à l'adresse mardi, décembre 02, 2008
Libellés Indonesian Culinary, Purée de piments – Sambal, Riz – Rice, Volaille – Poultry
Nasi Jenggo [BALI]
Makanan berupa nasi berbungkus daun pisang yang murah meriah khas Bali ini, isinya mirip dengan “Sego Bungkus” (bahasa Jawa: sego=nasi) yang dijual di angkringan siang hari di Semarang, yang kadang disebut juga “Sego Becak”. Mungkin karena yang beli biasanya para abang becak jadi dinamain gitu. Harganya murah meriah, dulu sih cuma 750 – 1.000 rupiah. Ga tau deh sekarang berapa… udah gitu porsinya buanyak banget, pas buat abang becak yang kecape’an seharian genjot becaknya.
Kembali ke Nasi Jenggo....
Di Bali, Nasi Jenggo dijual di angkringan malam hari. Biasanya dimakan sambil lesehan di trotoar. Mirip “Sego Kucing” di Jogja/Semarang/Solo gitu deh. Eh, tapi kabarnya ada juga penjual Nasi Jenggo yang keliling pake sepeda, lho... Harga Nasi Jenggo juga relatif murah, tapi porsinya ga sebanyak Sego Becak.
Kenapa dinamakan Nasi Jenggo?
Menurut cerita, Nasi Jenggo pertama kali muncul di sekitar daerah Suci–Denpasar, sebelum tahun 1980-an. Saat itu, Nasi bungkus khas Bali yang kemudian disebut Nasi Jenggo, bisa dibeli di salah satu sudut pasar senggol Suci setiap malam mulai pukul 20.00. Pada tahun 1970-1980-an, para penjelajah Kuta di malam hari mempunyai gaya yang khas mirip seorang koboi jaman wild west. Mungkin para koboi Kuta inilah yang kemudian dijuluki Jango (lelaki jagoan pada masa koboi). Nah, rupanya mereka ini sering berkerumum membeli nasi bungkus pedas khas Bali yang dijual di bawah poster bioskop Suci. Lama-lama nasi bungkus itu dinamakan dengan nasi Jango/Jenggo/Jinggo. (Disarikan dari tulisan pengamat budaya Benito Lopulalan di Kompas, 1997).
Bedanya Nasi Jenggo dengan Sego Kucing:
Nasi Jenggo umumnya dalam satu bungkus berisi sekepal nasi putih, dengan lauk mie goreng, sambal pedas, kering tempe, dan beberapa suwir ayam/daging/ikan yang dibumbui khas Bali.
Kalau Sego Kucing, isinya sekepal nasi putih + sambal, lauknya bisa pilih: ada yang pake ayam/ikan sarden/kering tempe/cumi hitam/telur balado, dll. (Tiap bungkus isi lauknya cuma satu. Jadi, bungkusan satu dengan yang lain isi lauknya beda, tergantung kita mau pilih yang mana). Makanya harganya juga lebih murah. Sekarang sekitar 1.000-2.000 rupiah.
Persamaannya:
Sama-sama “porsi balita” alias sedikit + sambal pedas yang ngangenin, dan dibungkus pake daun pisang.
Nasi Jenggo yang saya buat kali ini isinya: Nasi putih, Telur dadar, Sambal pedas, Mie goreng, dan Ayam Pelalah.
Resep Ayam Pelalah sama Sambalnya nyontek dari dapurnya Rurie. Karena Si Rurie itulah yang bikin saya ngiler penasaran sama yang namanya Nasi Jenggo. Heheheheh… (Danke yo, Rie...)
AYAM PELALAH
Bahan:
500 g Ayam, rebus, suwir-suwir
100 ml Kaldu ayam
Minyak goreng
2 lembar daun salam
1 batang serai, memarkan
1 sdt air jeruk limau
Bumbu:
6 butir bawang merah
4 siung bawang putih
2 cm kunyit
1 cm kencur
1 cm lengkuas
3 buah cabai rawit merah
3 cabai merah
3 butir kemiri
Garam
2 sdt gula jawa
2 buah tomat ukuran sedang
1 sdt Terasi
Cara Membuat:
Haluskan semua bumbu.
Panaskan minyak goreng, tumis bumbu halus, sereh, dan daun salam hingga harum.
Tuangkan kaldu ayam.
Masukkan ayam suwir. masak hingga ayam berubah warna dan bumbu meresap.
Kucuri dengan air jeruk limau.
SAMBAL NASI JENGGO:
Bahan:
Cabai rawit merah
Bawang merah
Garam
Terasi
Gula
Cara Membuat:
Gerus kasar semua bahan.
Goreng sambal dengan sedikit minyak sampai harum.
Recipes By. Rurie
Publié par deeTha à l'adresse mardi, décembre 02, 2008
Libellés Indonesian Culinary, Purée de piments – Sambal, Riz – Rice, Volaille – Poultry
The True Bali Villas Experiences
The True Bali Villas Experiences
Categories: Featured Articles, Villas | no responses
All you might desire is ensured to be fulfilled once you stay in the Bali villas. With all specialties and uniqueness belong to those luxury villas or private villas, your holiday in Bali is like staying at the private sanctuary where everything is just perfect. Most of these rental villas are blessed with incomparable design, shape, style, ambiance, and luxury. In addition to that, each accommodation is offered to match various budgets, from the most expensive till the most affordable ones. With emphasizing on the ultimate in comfort and convenience, choosing Bali villas as destination spots offers such memorable surprises for life.
The luxury villas in Bali are also within close distance with the famous restaurants, shopping centers, bars, lounges, sport facilities, children playgrounds, and the other holiday features and highlights. Almost all Bali villas are uniquely shaped and modeled, yet offering the same sense of perfection. More than that, all those private villas are guaranteed to satisfy all the Bali travel lovers, from the quality of services, rooms, facilities, employees, spas, foods, and amenities. Focusing on every single detail, anyone will find their vacation in Bali flawless and particularly noteworthy.
We may proudly say that these Bali villas are where the great hospitality and the favorable Balinese ambiance engage, creating such awesome places to spend your holiday at. Coming with various styles and number of bedrooms, the private villas know how to please the Bali vacation enthusiasts. But don’t think that luxury is always expensive. Bali has also numerous luxury villas which are affordable, making them desires within reach. Many people have confessed that after flying back home, they found the body, mind, and soul fully recharged and revived, just the way they like it.
Categories: Featured Articles, Villas | no responses
All you might desire is ensured to be fulfilled once you stay in the Bali villas. With all specialties and uniqueness belong to those luxury villas or private villas, your holiday in Bali is like staying at the private sanctuary where everything is just perfect. Most of these rental villas are blessed with incomparable design, shape, style, ambiance, and luxury. In addition to that, each accommodation is offered to match various budgets, from the most expensive till the most affordable ones. With emphasizing on the ultimate in comfort and convenience, choosing Bali villas as destination spots offers such memorable surprises for life.
The luxury villas in Bali are also within close distance with the famous restaurants, shopping centers, bars, lounges, sport facilities, children playgrounds, and the other holiday features and highlights. Almost all Bali villas are uniquely shaped and modeled, yet offering the same sense of perfection. More than that, all those private villas are guaranteed to satisfy all the Bali travel lovers, from the quality of services, rooms, facilities, employees, spas, foods, and amenities. Focusing on every single detail, anyone will find their vacation in Bali flawless and particularly noteworthy.
We may proudly say that these Bali villas are where the great hospitality and the favorable Balinese ambiance engage, creating such awesome places to spend your holiday at. Coming with various styles and number of bedrooms, the private villas know how to please the Bali vacation enthusiasts. But don’t think that luxury is always expensive. Bali has also numerous luxury villas which are affordable, making them desires within reach. Many people have confessed that after flying back home, they found the body, mind, and soul fully recharged and revived, just the way they like it.
Konferensi TI di Bali Telan Dana Rp 1,4 Miliar
Konferensi TI di Bali Telan Dana Rp 1,4 Miliar
Achmad Rouzni Noor II - detikinet
Spanduk SITIS 2008 (rou/inet)
Kuta, Bali - Untuk menyelenggarakan ajang International Conference on Signal Image Technology and Internet Based Systems (SITIS 2008) di Bali, pihak IEEE harus merogoh kocek hingga Rp 1,4 miliar.
Namun menurut salah satu panitia SITIS 2008, I Wayan Simri Wicaksana, dana sebanyak itu tak sepenuhnya ditanggung oleh IEEE. Universitas Gunadarma selaku panitia penyelenggara lokal pun ikut urunan dana.
"Sekitar 30-40 persen dananya pakai uang dari Gunadarma. Baru kemudian sisanya dari IEEE," ungkapnya kepada detikINET di Hotel Bali Dynasti, Kuta, Bali, di sela-sela gelaran yang berlangsung 30 November 2008 - 3 Desember 2008.
Doktor Komputer Sains dari Universitas Gunadarma dan Universite de Bourgogne Prancis ini mengungkapkan, dana Rp 1,4 miliar ini dipakai untuk membiayai seluruh acara, mulai dari membayar hotel, makanan, sampai tiket pesawat seluruh peserta.
SITIS 2008 merupakan konferensi internasional yang cukup bergengsi di dunia teknologi informasi (TI). Bersamaan dengan SITIS digelar pula beberapa acara lain, di antaranya First Internasional Workshop on Open Source and Open Content (WOSOC) 2008.
Liputan detikINET di SITIS 2008 terselenggara dengan kerjasama dengan Universitas Gunadarma
Achmad Rouzni Noor II - detikinet
Spanduk SITIS 2008 (rou/inet)
Kuta, Bali - Untuk menyelenggarakan ajang International Conference on Signal Image Technology and Internet Based Systems (SITIS 2008) di Bali, pihak IEEE harus merogoh kocek hingga Rp 1,4 miliar.
Namun menurut salah satu panitia SITIS 2008, I Wayan Simri Wicaksana, dana sebanyak itu tak sepenuhnya ditanggung oleh IEEE. Universitas Gunadarma selaku panitia penyelenggara lokal pun ikut urunan dana.
"Sekitar 30-40 persen dananya pakai uang dari Gunadarma. Baru kemudian sisanya dari IEEE," ungkapnya kepada detikINET di Hotel Bali Dynasti, Kuta, Bali, di sela-sela gelaran yang berlangsung 30 November 2008 - 3 Desember 2008.
Doktor Komputer Sains dari Universitas Gunadarma dan Universite de Bourgogne Prancis ini mengungkapkan, dana Rp 1,4 miliar ini dipakai untuk membiayai seluruh acara, mulai dari membayar hotel, makanan, sampai tiket pesawat seluruh peserta.
SITIS 2008 merupakan konferensi internasional yang cukup bergengsi di dunia teknologi informasi (TI). Bersamaan dengan SITIS digelar pula beberapa acara lain, di antaranya First Internasional Workshop on Open Source and Open Content (WOSOC) 2008.
Liputan detikINET di SITIS 2008 terselenggara dengan kerjasama dengan Universitas Gunadarma
Kamis, 27 November 2008
Bicara Bali
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Bali
Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia. Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya orang-orang Hindu dari India pada 100 SM.[rujukan?]
Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India, yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, diantaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis, dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen, yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur, dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan, yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah.
Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II, dan saat itu seorang perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.
Pada 20 November 1940, pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai, yang berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya, dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.
Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.
Letusan Gunung Agung yang terjadi di tahun 1963, sempat mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian di masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.[1]
Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali 2002 di kawasan pariwisata Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya cedera. Serangan Bom Bali 2005 juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional yang luas karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing, dan menyebabkan industri pariwisata Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun terakhir ini.
[sunting] Demografi
Lahan sawah di BaliPenduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Islam, Protestan, Katolik, dan Buddha.
Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan. Sebagian juga memilih menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali, dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata.
Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling luas pemakaiannya di Bali, dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam agama Hindu Dharma; meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang.
Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali, yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, seringkali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai.
[sunting] Transportasi
[sunting] Umum
Di Pulau Bali, tidak terdapat rel kereta api namun jaringan jalan sudah tersedia khususnya ke daerah-daerah tujuan wisatawan. Sebagian besar penduduk memiliki kendaraan pribadi dan memilih menggunakannya karena jalur kendaraan umum tidak tersedia dengan baik kecuali taksi.
Jenis kedaraan umum di Bali antara lain:
Dokar (Kendaraan dengan menggunakan hewan kuda sebagai alat penarik)
Ojek (Kendaraan Umum dengan menggunakan sepeda motor)
Bemo (Kendaraan Umum sejenis mikrolet)
Bemo dalam kota
Bemo luar kota (dengan jenis lebih besar)
Taksi
Bus antar kota atau kabupaten.
Bus luar pulau.
[sunting] Dari dan ke
Antara Pulau Bali dan Jawa, tersedia jasa penyeberangan laut melalui pelabuhan Gilimanuk menuju Ketapang menggunakan kapal ferry yang memakan waktu antara 30 hingga 45 menit. Begitu juga dengan penyeberangan antara Pulau Bali dan Lombok, penyeberangan laut melalui pelabuhan Padang Bay menuju Lembar memakan waktu sekitar 4 jam.
Untuk transportasi udara dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah Rai. Landas pacu dan pesawat terbang yang datang dan pergi bisa terlihat dengan jelas dari pantai.
[sunting] Pemerintahan
Peta topografi Pulau Bali
[sunting] Daftar kabupaten dan kota di Bali
No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Badung Badung
2 Kabupaten Bangli Bangli
3 Kabupaten Buleleng Singaraja
4 Kabupaten Gianyar Gianyar
5 Kabupaten Jembrana Negara
6 Kabupaten Karangasem Karangasem
7 Kabupaten Klungkung Klungkung
8 Kabupaten Tabanan Tabanan
9 Kota Denpasar -
[sunting] Daftar gubernur
No. Periode Nama Gubernur Keterangan
1 1950 - 1958 Anak Agung Bagus Sutedja
2 1958 - 1959 I Gusti Bagus Oka
3 1959 - 1965 Anak Agung Bagus Sutedja
4 1965 - 1967 I Gusti Putu Martha
5 1967 - 1978 Soekarmen
6 1978 - 1988 Prof. Dr. Ida Bagus Mantra
7 1988 - 1993 Prof. Dr. Ida Bagus Oka
8 1998 - 2003 Drs. Dewa Made Beratha
9 2008 - 2013 I Made Mangku Pastika
[sunting] Perwakilan di Jakarta
I Wayan Sudirta, SH (DPD)
Nyoman Rudana (DPD)
Ida Bagus Gede Agastia, Drs. (DPD)
Ida Ayu Agung Mas, Dra., (DPD)
[sunting] Budaya
[sunting] Musik
Seperangkat gamelan Bali.Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam tehnik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya Gamelan Jegog, Gamelan Gong Gede, Gamelan Gambang, Gamelan Selunding, dan Gamelan Semar Pegulingan. Adapula musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben, serta musik Bebonangan dimainkan dalam berbagai upacara lainnya.
Terdapat bentuk moderen dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda, serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong, dan perkusi kayu (xilofon). Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali memberikan pengaruh atau saling mempengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat Lombok.
Gamelan
Jegog
Genggong
Silat Bali
[sunting] Tari
Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok; yaitu wali atau seni tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung, dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.[2]
Pakar seni tari Bali I Made Bandem[3] pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan, dan Wayang Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged, serta berbagai koreografi tari moderen lainnya.
Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak. Sekitar tahun 1930-an, Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari ini berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak mempopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Penari belia sedang menarikan Tari Belibis, koreografi kontemporer karya Ni Luh Suasthi Bandem.
Pertunjukan Tari Kecak.
[sunting] Tarian wali
Sang Hyang Dedari
Sang Hyang Jaran
Tari Rejang
Tari Baris
Tari Janger
[sunting] Tarian bebali
Tari Topeng
Gambuh
[sunting] Tarian balih-balihan
Tari Legong
Arja
Joged Bumbung
Drama Gong
Barong
Tari Pendet
Tari Kecak
Calon Arang
[sunting] Pakaian daerah
Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.
[sunting] Pria
Anak-anak Ubud mengenakan udeng, kemeja putih dan kain.Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:
Udeng (ikat kepala)
Kain kampuh
Umpal (selendang pengikat)
Kain wastra (kemben)
Sabuk
Keris
Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan baju kemeja, jas, dan alas kaki sebagai pelengkap.
[sunting] Wanita
Para penari cilik mengenakan gelung, songket dan kain prada.Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:
Gelung (sanggul)
Sesenteng (kemben songket)
Kain wastra
Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada
Selendang songket bahu ke bawah
Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam
Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.
[sunting] Makanan
[sunting] Makanan utama
Ayam betutu
Babi guling
Bandot
Be Kokak Mekuah
Be Pasih mesambel matah
Bebek betutu
Berengkes
Grangasem
Jejeruk
Jukut Urab
Komoh
Lawar
Nasi Bubuh
Nasi Tepeng
Penyon
Sate Kablet
Sate Lilit
Sate pentul
Sate penyu
Sate Tusuk
Timbungan
Tum
Urutan Tabanan
[sunting] Jajanan
Bubuh Sagu
Bubuh Sumsum
Bubuh Tuak
Jaja Batun Duren
Jaja Begina
Jaja Bendu
Jaja Bikang
Jaja Engol
Jaja Godoh
Jaja Jongkok
Jaja Ketimus
Jaja Klepon
Jaja Lak-Lak
Jaja Sumping
Jaja Tain Buati
Jaja Uli misi Tape
Jaja Wajik
Kacang Rahayu
Rujak Bulung
Rujak Kuah Pindang
Rujak Manis
Rujak Tibah
Salak Bali
[sunting] Senjata
Keris
Tombak
Tiuk
Taji
Kandik
Caluk
Arit
Udud
Gelewang
Trisula
Panah
Penampad
Garot
Tulud
Kis-Kis
Anggapan
Berang
Blakas
Pengiris
[sunting] Rumah Adat
Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China)
Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan, dan parahyangan. Untuk itu, pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut ‘’Tri Hita Karana’’. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada umumnya,bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbolsimbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.
[sunting] Pahlawan
I Gusti Ngurah Rai
I Gusti Ketut Jelantik
[sunting] Referensi
^ 'Bali', in Robert Cribb, ed., The Indonesian killings of 1965-1966: studies from Java and Bali (Clayton, Vic.: Monash University Centre of Southeast Asian Studies, Monash Papers on Southeast Asia no 21, 1990), pp. 241-248
^ Pengkatagorian oleh Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (LISTIBIYA) Bali, tahun 1971. Artikel oleh Tisna, I Gusti Raka Panji, Sekilas Tentang Dinamika Seni Pertunjukan Tradisional Bali dalam Konteks Pariwisata Budaya, dalam situs Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Copyright © 2006.
^ Bandem, I Made, Frederik Eugene deBoer. Balinese Dance in Transition Kaja and Kelod. 2nd ed. Oxford University Press, USA. 1995. ISBN-13: 978-967-65-3071-4
Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia. Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya orang-orang Hindu dari India pada 100 SM.[rujukan?]
Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India, yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, diantaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis, dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen, yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur, dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan, yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah.
Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II, dan saat itu seorang perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.
Pada 20 November 1940, pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai, yang berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya, dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.
Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.
Letusan Gunung Agung yang terjadi di tahun 1963, sempat mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian di masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.[1]
Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali 2002 di kawasan pariwisata Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya cedera. Serangan Bom Bali 2005 juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional yang luas karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing, dan menyebabkan industri pariwisata Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun terakhir ini.
[sunting] Demografi
Lahan sawah di BaliPenduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Islam, Protestan, Katolik, dan Buddha.
Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan. Sebagian juga memilih menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali, dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata.
Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling luas pemakaiannya di Bali, dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam agama Hindu Dharma; meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang.
Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali, yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, seringkali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai.
[sunting] Transportasi
[sunting] Umum
Di Pulau Bali, tidak terdapat rel kereta api namun jaringan jalan sudah tersedia khususnya ke daerah-daerah tujuan wisatawan. Sebagian besar penduduk memiliki kendaraan pribadi dan memilih menggunakannya karena jalur kendaraan umum tidak tersedia dengan baik kecuali taksi.
Jenis kedaraan umum di Bali antara lain:
Dokar (Kendaraan dengan menggunakan hewan kuda sebagai alat penarik)
Ojek (Kendaraan Umum dengan menggunakan sepeda motor)
Bemo (Kendaraan Umum sejenis mikrolet)
Bemo dalam kota
Bemo luar kota (dengan jenis lebih besar)
Taksi
Bus antar kota atau kabupaten.
Bus luar pulau.
[sunting] Dari dan ke
Antara Pulau Bali dan Jawa, tersedia jasa penyeberangan laut melalui pelabuhan Gilimanuk menuju Ketapang menggunakan kapal ferry yang memakan waktu antara 30 hingga 45 menit. Begitu juga dengan penyeberangan antara Pulau Bali dan Lombok, penyeberangan laut melalui pelabuhan Padang Bay menuju Lembar memakan waktu sekitar 4 jam.
Untuk transportasi udara dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah Rai. Landas pacu dan pesawat terbang yang datang dan pergi bisa terlihat dengan jelas dari pantai.
[sunting] Pemerintahan
Peta topografi Pulau Bali
[sunting] Daftar kabupaten dan kota di Bali
No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Badung Badung
2 Kabupaten Bangli Bangli
3 Kabupaten Buleleng Singaraja
4 Kabupaten Gianyar Gianyar
5 Kabupaten Jembrana Negara
6 Kabupaten Karangasem Karangasem
7 Kabupaten Klungkung Klungkung
8 Kabupaten Tabanan Tabanan
9 Kota Denpasar -
[sunting] Daftar gubernur
No. Periode Nama Gubernur Keterangan
1 1950 - 1958 Anak Agung Bagus Sutedja
2 1958 - 1959 I Gusti Bagus Oka
3 1959 - 1965 Anak Agung Bagus Sutedja
4 1965 - 1967 I Gusti Putu Martha
5 1967 - 1978 Soekarmen
6 1978 - 1988 Prof. Dr. Ida Bagus Mantra
7 1988 - 1993 Prof. Dr. Ida Bagus Oka
8 1998 - 2003 Drs. Dewa Made Beratha
9 2008 - 2013 I Made Mangku Pastika
[sunting] Perwakilan di Jakarta
I Wayan Sudirta, SH (DPD)
Nyoman Rudana (DPD)
Ida Bagus Gede Agastia, Drs. (DPD)
Ida Ayu Agung Mas, Dra., (DPD)
[sunting] Budaya
[sunting] Musik
Seperangkat gamelan Bali.Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam tehnik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya Gamelan Jegog, Gamelan Gong Gede, Gamelan Gambang, Gamelan Selunding, dan Gamelan Semar Pegulingan. Adapula musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben, serta musik Bebonangan dimainkan dalam berbagai upacara lainnya.
Terdapat bentuk moderen dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda, serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong, dan perkusi kayu (xilofon). Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali memberikan pengaruh atau saling mempengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat Lombok.
Gamelan
Jegog
Genggong
Silat Bali
[sunting] Tari
Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok; yaitu wali atau seni tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung, dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.[2]
Pakar seni tari Bali I Made Bandem[3] pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan, dan Wayang Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged, serta berbagai koreografi tari moderen lainnya.
Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak. Sekitar tahun 1930-an, Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari ini berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak mempopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Penari belia sedang menarikan Tari Belibis, koreografi kontemporer karya Ni Luh Suasthi Bandem.
Pertunjukan Tari Kecak.
[sunting] Tarian wali
Sang Hyang Dedari
Sang Hyang Jaran
Tari Rejang
Tari Baris
Tari Janger
[sunting] Tarian bebali
Tari Topeng
Gambuh
[sunting] Tarian balih-balihan
Tari Legong
Arja
Joged Bumbung
Drama Gong
Barong
Tari Pendet
Tari Kecak
Calon Arang
[sunting] Pakaian daerah
Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.
[sunting] Pria
Anak-anak Ubud mengenakan udeng, kemeja putih dan kain.Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:
Udeng (ikat kepala)
Kain kampuh
Umpal (selendang pengikat)
Kain wastra (kemben)
Sabuk
Keris
Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan baju kemeja, jas, dan alas kaki sebagai pelengkap.
[sunting] Wanita
Para penari cilik mengenakan gelung, songket dan kain prada.Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:
Gelung (sanggul)
Sesenteng (kemben songket)
Kain wastra
Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada
Selendang songket bahu ke bawah
Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam
Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.
[sunting] Makanan
[sunting] Makanan utama
Ayam betutu
Babi guling
Bandot
Be Kokak Mekuah
Be Pasih mesambel matah
Bebek betutu
Berengkes
Grangasem
Jejeruk
Jukut Urab
Komoh
Lawar
Nasi Bubuh
Nasi Tepeng
Penyon
Sate Kablet
Sate Lilit
Sate pentul
Sate penyu
Sate Tusuk
Timbungan
Tum
Urutan Tabanan
[sunting] Jajanan
Bubuh Sagu
Bubuh Sumsum
Bubuh Tuak
Jaja Batun Duren
Jaja Begina
Jaja Bendu
Jaja Bikang
Jaja Engol
Jaja Godoh
Jaja Jongkok
Jaja Ketimus
Jaja Klepon
Jaja Lak-Lak
Jaja Sumping
Jaja Tain Buati
Jaja Uli misi Tape
Jaja Wajik
Kacang Rahayu
Rujak Bulung
Rujak Kuah Pindang
Rujak Manis
Rujak Tibah
Salak Bali
[sunting] Senjata
Keris
Tombak
Tiuk
Taji
Kandik
Caluk
Arit
Udud
Gelewang
Trisula
Panah
Penampad
Garot
Tulud
Kis-Kis
Anggapan
Berang
Blakas
Pengiris
[sunting] Rumah Adat
Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China)
Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan, dan parahyangan. Untuk itu, pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut ‘’Tri Hita Karana’’. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada umumnya,bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbolsimbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.
[sunting] Pahlawan
I Gusti Ngurah Rai
I Gusti Ketut Jelantik
[sunting] Referensi
^ 'Bali', in Robert Cribb, ed., The Indonesian killings of 1965-1966: studies from Java and Bali (Clayton, Vic.: Monash University Centre of Southeast Asian Studies, Monash Papers on Southeast Asia no 21, 1990), pp. 241-248
^ Pengkatagorian oleh Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (LISTIBIYA) Bali, tahun 1971. Artikel oleh Tisna, I Gusti Raka Panji, Sekilas Tentang Dinamika Seni Pertunjukan Tradisional Bali dalam Konteks Pariwisata Budaya, dalam situs Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Copyright © 2006.
^ Bandem, I Made, Frederik Eugene deBoer. Balinese Dance in Transition Kaja and Kelod. 2nd ed. Oxford University Press, USA. 1995. ISBN-13: 978-967-65-3071-4
weda
Bahasa Weda
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Bahasa Sanskerta Weda
Dituturkan di: Anakbenua India Kuna
Wilayah: India Kuna
Jumlah penutur: bahasa mati
Urutan ke: tak ada
Klasifikasi rumpun bahasa: Indo-Iran -> Indo-Eropa
Status resmi
Bahasa resmi di: tak ada
Diatur oleh: tak ada
Kode bahasa
ISO 639-1 tak ada
ISO 639-2 belum ada
SIL tak ada
Lihat pula: Bahasa - Daftar bahasa
Bahasa Sanskerta Weda atau disingkat sebagai bahasa Weda adalah bahasa yang dipergunakan di dalam kitab suci Weda, teks-teks suci awal dari India. Teks Weda yang paling awal yaitu Ṛgweda, diperkirakan ditulis pada milennium ke-2 SM, dan penggunaan bahasa Weda dilaksanakan sampai kurang lebih tahun 500 SM, ketika bahasa Sanskerta Klasik yang dikodifikasikan Panini mulai muncul.
Bentuk Weda dari bahasa Sanskerta adalah sebuah turunan dekat bahasa Proto-Indo-Iran, dan masih lumayan mirip (dengan selisih kurang lebih 1.500 tahun) dari bahasa Proto-Indo-Europa, bentuk bahasa yang direkonstruksi dari semua bahasa Indo-Eropa. Bahasa Weda adalah bahasa tertua yang masih diketemukan dari cabang bahasa Indo-Iran dari rumpun bahasa Indo-Eropa. Bahasa ini masih sangat dekat dengan bahasa Avesta, bahasa suci agama Zoroastrianisme. Kekerabatan antara bahasa Sansekerta dengan bahasa-bahasa yang lebih mutakhir dari Eropa seperti bahasa Yunani, bahasa Latin dan bahasa Inggris bisa dilihat dalam kata-kata berikut: Ing. mother /Skt. मतृ matṛ or Ing. father /Skt. पितृ pitṛ.
Sebuah persamaan menarik lain bisa diketemukan dari kata Sanskerta dan Persia berikut sthaan dan staan yang artinya adalah “tanah” atau “negara” (berkerabat dengan kata Inggris to stand yang artinya "berdiri").
[sunting]
Sejarah
Lima tahap berbeda bisa dibedakan dalam perkembangan bahasa Weda.
Rgweda. Kitab Rgweda mengandung paling banyak bentuk arkhais dari semua teks-teks Weda dan masih pula banyak mengandung unsur-unsur bersama bahasa Indo-Iran baik dalam bentuk bahasa maupun isi teks, yang tidak diketemukan dalam teks-teks Weda lainnya. Kecuali beberapa bagiannya, (buku ke-1 sampai ke-10), diperkirakan kitab Rgweda sudah selesai ditulis pada tahun 1500 SM.
Bahasa Mantra. Periode ini mencakup baik mantra maupun bahasa prosa dalam kitab Atharwaweda (Paippalada dan Shaunakiya), Rgweda Khilani, Samaweda Samhita (yang mengandung kurang lebih 75 mantra yang tidak ada dalam kitab Rgweda), dan mantra-mantra Yajurweda. Teks-teks ini sebagian besar diambil dari Rgweda, namun sudah banyak berubah, baik dari segi linguistik maupun tafsirnya. Beberapa perubahan penting termasuk berubahnya kata wiṣwa "semua" menjadi sarwa, dan meluasnya bentuk dasar verba kuru- (dalam kitab Rgweda tertulis krno-). Masa ini bertepatan dengan munculnya awal Zaman Besi di barat laut India (besi pertama kali disebut dalam kitab Atharwaweda), dan munculnya kerajaan Kuru, kurang lebih pada abad ke-12 SM.
Teks prosa Samhita. Periode ini memiliki ciri khas munculnya pengkoleksian dan kodifikasi kanon Weda. Sebuah perubahan linguistik penting ialah menghilangnya injunktivus nd dalam modus-modus aoristus. Bahagian komentar Yajurweda (MS, KS) termasuk pada periode ini.
Teks prosa Brahmana. Teks-teks Brahmanas sendiri dari Catur Weda termasuk periode ini, begitu pula Upanishad yang tertua (BAU, ChU, JUB).
Bahasa Sutra. Ini adalah tahap terakhir bahasa Sanskerta Weda sampai kira-kira tahun 500 SM, mengandung sebagian besar Śrauta dan Grhya Sutra, dan beberapa Upanishad (misalkan KathU, MaitrU. Beberapa kitab Upanishad yang lebih mutakhir termasuk masa pasca-Weda).
Sekitar tahun 500 SM faktor-faktor budaya, politik dan linguistik memberikan sumbangan dalam mengakhiri periode Weda. Kodifikasi ritus-ritus Weda mencapai puncaknya, dan gerakan-gerakan tandingan seperti Wedanta dan bentuk-bentuk awal agama Buddha, yang lebih suka menggunakan bahasa rakyat Pali daripada bahasa Sanskerta dalam menuliskan teks-teks mereka, mulai muncul. Raja Darius I dari Persia menginvasi lembah sungai Indus dan pusat kekuasaan politik di India mulai pindah ke arah timur, ke sekitar sungai Gangga.
[sunting]
Tatabahasa
Bahasa Weda memiliki sebuah bunyi frikatif labial [f], yang disebut upadhmaniya, dan sebuah frikatif velar [x], yang disebut jihwamuliya. Kedua-duanya merupaka alofon daripada wisarga: upadhmaniya muncul sebelum p dan ph, jihwamuliya sebelum k dan kh. Bahasa Weda juga memiliki huruf khusus ळ (aksara Devanagari) untuk l retrofleks, sebuah alofon antara vokal ḍ, yang biasa dialihaksarakan sebagai ḷ atau ḷh. Dalam membedakan l vokalik daripada l retrofleks, l vokalik kadangkala dialihaksarakan dengan menggunakan tanda diakritis berbentuk lingkaran di bawah huruf, l̥; apabila hal ini dilaksanakan, r vokalik juga digambarkan dengan sebuah lingkaran, r̥, demi asas konsistensi.
Bahasa Weda merupakan bahasa yang memiliki pitch accent (Indonesia ?). Karena sejumlah kecil kata-kata menurut pelafazan Weda mengandung apa yang disebut swarita mandiri pada sebuah vokal pendek, maka bisa dikatakan bahwa bahasa Weda “mutakhir” adalah sebuah bahasa nada secara marginal. Namun harap diperhatikan bahwa pada versi-versi Rgweda yang telah direkonstruksi secara metrik, hampir semua sukukata yang mengandung swarita harus dikembalikan kepada sebuah sekuensi dua sukukata di mana yang pertama mengandung sebuah anuswāra dan yang kedua mengandung apa yang disebut swarita bebas. Jadi bahasa Weda awal bukanlah sebuah bahasa nada melainkan sebuah bahasa yang menggunakan pitch accent.
Selain itu bahasa Weda memiliki bentuk subjunktivus, yang tidak disebut dalam tatabahasa Panini dan pada umumnya dianggap telah hilang pada saat itu, paling tidak pada konstruksi kalimat umum.
Dasar i-panjang membedakan infleksi Dewi dan infleksi Wrkis, sebuah pembedaan yang sudah hilang pada bahasa Sansekerta Klasik.
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Bahasa Sanskerta Weda
Dituturkan di: Anakbenua India Kuna
Wilayah: India Kuna
Jumlah penutur: bahasa mati
Urutan ke: tak ada
Klasifikasi rumpun bahasa: Indo-Iran -> Indo-Eropa
Status resmi
Bahasa resmi di: tak ada
Diatur oleh: tak ada
Kode bahasa
ISO 639-1 tak ada
ISO 639-2 belum ada
SIL tak ada
Lihat pula: Bahasa - Daftar bahasa
Bahasa Sanskerta Weda atau disingkat sebagai bahasa Weda adalah bahasa yang dipergunakan di dalam kitab suci Weda, teks-teks suci awal dari India. Teks Weda yang paling awal yaitu Ṛgweda, diperkirakan ditulis pada milennium ke-2 SM, dan penggunaan bahasa Weda dilaksanakan sampai kurang lebih tahun 500 SM, ketika bahasa Sanskerta Klasik yang dikodifikasikan Panini mulai muncul.
Bentuk Weda dari bahasa Sanskerta adalah sebuah turunan dekat bahasa Proto-Indo-Iran, dan masih lumayan mirip (dengan selisih kurang lebih 1.500 tahun) dari bahasa Proto-Indo-Europa, bentuk bahasa yang direkonstruksi dari semua bahasa Indo-Eropa. Bahasa Weda adalah bahasa tertua yang masih diketemukan dari cabang bahasa Indo-Iran dari rumpun bahasa Indo-Eropa. Bahasa ini masih sangat dekat dengan bahasa Avesta, bahasa suci agama Zoroastrianisme. Kekerabatan antara bahasa Sansekerta dengan bahasa-bahasa yang lebih mutakhir dari Eropa seperti bahasa Yunani, bahasa Latin dan bahasa Inggris bisa dilihat dalam kata-kata berikut: Ing. mother /Skt. मतृ matṛ or Ing. father /Skt. पितृ pitṛ.
Sebuah persamaan menarik lain bisa diketemukan dari kata Sanskerta dan Persia berikut sthaan dan staan yang artinya adalah “tanah” atau “negara” (berkerabat dengan kata Inggris to stand yang artinya "berdiri").
[sunting]
Sejarah
Lima tahap berbeda bisa dibedakan dalam perkembangan bahasa Weda.
Rgweda. Kitab Rgweda mengandung paling banyak bentuk arkhais dari semua teks-teks Weda dan masih pula banyak mengandung unsur-unsur bersama bahasa Indo-Iran baik dalam bentuk bahasa maupun isi teks, yang tidak diketemukan dalam teks-teks Weda lainnya. Kecuali beberapa bagiannya, (buku ke-1 sampai ke-10), diperkirakan kitab Rgweda sudah selesai ditulis pada tahun 1500 SM.
Bahasa Mantra. Periode ini mencakup baik mantra maupun bahasa prosa dalam kitab Atharwaweda (Paippalada dan Shaunakiya), Rgweda Khilani, Samaweda Samhita (yang mengandung kurang lebih 75 mantra yang tidak ada dalam kitab Rgweda), dan mantra-mantra Yajurweda. Teks-teks ini sebagian besar diambil dari Rgweda, namun sudah banyak berubah, baik dari segi linguistik maupun tafsirnya. Beberapa perubahan penting termasuk berubahnya kata wiṣwa "semua" menjadi sarwa, dan meluasnya bentuk dasar verba kuru- (dalam kitab Rgweda tertulis krno-). Masa ini bertepatan dengan munculnya awal Zaman Besi di barat laut India (besi pertama kali disebut dalam kitab Atharwaweda), dan munculnya kerajaan Kuru, kurang lebih pada abad ke-12 SM.
Teks prosa Samhita. Periode ini memiliki ciri khas munculnya pengkoleksian dan kodifikasi kanon Weda. Sebuah perubahan linguistik penting ialah menghilangnya injunktivus nd dalam modus-modus aoristus. Bahagian komentar Yajurweda (MS, KS) termasuk pada periode ini.
Teks prosa Brahmana. Teks-teks Brahmanas sendiri dari Catur Weda termasuk periode ini, begitu pula Upanishad yang tertua (BAU, ChU, JUB).
Bahasa Sutra. Ini adalah tahap terakhir bahasa Sanskerta Weda sampai kira-kira tahun 500 SM, mengandung sebagian besar Śrauta dan Grhya Sutra, dan beberapa Upanishad (misalkan KathU, MaitrU. Beberapa kitab Upanishad yang lebih mutakhir termasuk masa pasca-Weda).
Sekitar tahun 500 SM faktor-faktor budaya, politik dan linguistik memberikan sumbangan dalam mengakhiri periode Weda. Kodifikasi ritus-ritus Weda mencapai puncaknya, dan gerakan-gerakan tandingan seperti Wedanta dan bentuk-bentuk awal agama Buddha, yang lebih suka menggunakan bahasa rakyat Pali daripada bahasa Sanskerta dalam menuliskan teks-teks mereka, mulai muncul. Raja Darius I dari Persia menginvasi lembah sungai Indus dan pusat kekuasaan politik di India mulai pindah ke arah timur, ke sekitar sungai Gangga.
[sunting]
Tatabahasa
Bahasa Weda memiliki sebuah bunyi frikatif labial [f], yang disebut upadhmaniya, dan sebuah frikatif velar [x], yang disebut jihwamuliya. Kedua-duanya merupaka alofon daripada wisarga: upadhmaniya muncul sebelum p dan ph, jihwamuliya sebelum k dan kh. Bahasa Weda juga memiliki huruf khusus ळ (aksara Devanagari) untuk l retrofleks, sebuah alofon antara vokal ḍ, yang biasa dialihaksarakan sebagai ḷ atau ḷh. Dalam membedakan l vokalik daripada l retrofleks, l vokalik kadangkala dialihaksarakan dengan menggunakan tanda diakritis berbentuk lingkaran di bawah huruf, l̥; apabila hal ini dilaksanakan, r vokalik juga digambarkan dengan sebuah lingkaran, r̥, demi asas konsistensi.
Bahasa Weda merupakan bahasa yang memiliki pitch accent (Indonesia ?). Karena sejumlah kecil kata-kata menurut pelafazan Weda mengandung apa yang disebut swarita mandiri pada sebuah vokal pendek, maka bisa dikatakan bahwa bahasa Weda “mutakhir” adalah sebuah bahasa nada secara marginal. Namun harap diperhatikan bahwa pada versi-versi Rgweda yang telah direkonstruksi secara metrik, hampir semua sukukata yang mengandung swarita harus dikembalikan kepada sebuah sekuensi dua sukukata di mana yang pertama mengandung sebuah anuswāra dan yang kedua mengandung apa yang disebut swarita bebas. Jadi bahasa Weda awal bukanlah sebuah bahasa nada melainkan sebuah bahasa yang menggunakan pitch accent.
Selain itu bahasa Weda memiliki bentuk subjunktivus, yang tidak disebut dalam tatabahasa Panini dan pada umumnya dianggap telah hilang pada saat itu, paling tidak pada konstruksi kalimat umum.
Dasar i-panjang membedakan infleksi Dewi dan infleksi Wrkis, sebuah pembedaan yang sudah hilang pada bahasa Sansekerta Klasik.
Referensi
Referensi
^ 'Bali', in Robert Cribb, ed., The Indonesian killings of 1965-1966: studies from Java and Bali (Clayton, Vic.: Monash University Centre of Southeast Asian Studies, Monash Papers on Southeast Asia no 21, 1990), pp. 241-248
^ Pengkatagorian oleh Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (LISTIBIYA) Bali, tahun 1971. Artikel oleh Tisna, I Gusti Raka Panji, Sekilas Tentang Dinamika Seni Pertunjukan Tradisional Bali dalam Konteks Pariwisata Budaya, dalam situs Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Copyright © 2006.
^ Bandem, I Made, Frederik Eugene deBoer. Balinese Dance in Transition Kaja and Kelod. 2nd ed. Oxford University Press, USA. 1995. ISBN-13: 978-967-65-3071-4
^http://id.wikipedia.org/wiki/Bali
^ 'Bali', in Robert Cribb, ed., The Indonesian killings of 1965-1966: studies from Java and Bali (Clayton, Vic.: Monash University Centre of Southeast Asian Studies, Monash Papers on Southeast Asia no 21, 1990), pp. 241-248
^ Pengkatagorian oleh Majelis Pertimbangan dan Pembinaan Kebudayaan (LISTIBIYA) Bali, tahun 1971. Artikel oleh Tisna, I Gusti Raka Panji, Sekilas Tentang Dinamika Seni Pertunjukan Tradisional Bali dalam Konteks Pariwisata Budaya, dalam situs Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Copyright © 2006.
^ Bandem, I Made, Frederik Eugene deBoer. Balinese Dance in Transition Kaja and Kelod. 2nd ed. Oxford University Press, USA. 1995. ISBN-13: 978-967-65-3071-4
^http://id.wikipedia.org/wiki/Bali
Pahlawan
Pahlawan
I Gusti Ngurah Rai
I Gusti Ketut Jelantik
I Gusti Ngurah Rai
I Gusti Ketut Jelantik
Label:
bali pahlawan,
i gusti ngurah rai,
pahlawan bali
Rumah Adat
Rumah Adat
Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China)
Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan, dan parahyangan. Untuk itu, pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut ‘’Tri Hita Karana’’. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada umumnya,bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbolsimbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.
Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China)
Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan, dan parahyangan. Untuk itu, pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut ‘’Tri Hita Karana’’. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya.
Pada umumnya,bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbolsimbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung.
Budaya
Budaya
[sunting]
Musik
Seperangkat gamelan Bali.
Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam tehnik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya Gamelan Jegog, Gamelan Gong Gede, Gamelan Gambang, Gamelan Selunding, dan Gamelan Semar Pegulingan. Adapula musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben, serta musik Bebonangan dimainkan dalam berbagai upacara lainnya.
Terdapat bentuk moderen dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda, serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong, dan perkusi kayu (xilofon). Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali memberikan pengaruh atau saling mempengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat Lombok.
Gamelan
Jegog
Genggong
Silat Bali
[sunting]
Tari
Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok; yaitu wali atau seni tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung, dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.[2]
Pakar seni tari Bali I Made Bandem[3] pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan, dan Wayang Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged, serta berbagai koreografi tari moderen lainnya.
Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak. Sekitar tahun 1930-an, Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari ini berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak mempopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Penari belia sedang menarikan Tari Belibis, koreografi kontemporer karya Ni Luh Suasthi Bandem.
Pertunjukan Tari Kecak.
[sunting]
Tarian wali
Sang Hyang Dedari
Sang Hyang Jaran
Tari Rejang
Tari Baris
Tari Janger
[sunting]
Tarian bebali
Tari Topeng
Gambuh
[sunting]
Tarian balih-balihan
Tari Legong
Arja
Joged Bumbung
Drama Gong
Barong
Tari Pendet
Tari Kecak
Calon Arang
[sunting]
Pakaian daerah
Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.
[sunting]
Pria
Anak-anak Ubud mengenakan udeng, kemeja putih dan kain.
Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:
Udeng (ikat kepala)
Kain kampuh
Umpal (selendang pengikat)
Kain wastra (kemben)
Sabuk
Keris
Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan baju kemeja, jas, dan alas kaki sebagai pelengkap.
[sunting]
Wanita
Para penari cilik mengenakan gelung, songket dan kain prada.
Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:
Gelung (sanggul)
Sesenteng (kemben songket)
Kain wastra
Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada
Selendang songket bahu ke bawah
Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam
Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.
[sunting]
Makanan
[sunting]
Makanan utamaAyam betutu
Babi guling
Bandot
Be Kokak Mekuah
Be Pasih mesambel matah
Bebek betutu
Berengkes
Grangasem Jejeruk
Jukut Urab
Komoh
Lawar
Nasi Bubuh
Nasi Tepeng
Penyon
Sate Kablet Sate Lilit
Sate pentul
Sate penyu
Sate Tusuk
Timbungan
Tum
Urutan Tabanan
[sunting]
JajananBubuh Sagu
Bubuh Sumsum
Bubuh Tuak
Jaja Batun Duren
Jaja Begina
Jaja Bendu
Jaja Bikang
Jaja Engol Jaja Godoh
Jaja Jongkok
Jaja Ketimus
Jaja Klepon
Jaja Lak-Lak
Jaja Sumping
Jaja Tain Buati
Jaja Uli misi Tape Jaja Wajik
Kacang Rahayu
Rujak Bulung
Rujak Kuah Pindang
Rujak Manis
Rujak Tibah
Salak Bali
[sunting]
Senjata
Keris
Tombak
Tiuk
Taji
Kandik
Caluk
Arit
Udud
Gelewang
Trisula
Panah
Penampad
Garot
Tulud
Kis-Kis
Anggapan
Berang
Blakas
[sunting]
Musik
Seperangkat gamelan Bali.
Musik tradisional Bali memiliki kesamaan dengan musik tradisional di banyak daerah lainnya di Indonesia, misalnya dalam penggunaan gamelan dan berbagai alat musik tabuh lainnya. Meskipun demikian, terdapat kekhasan dalam tehnik memainkan dan gubahannya, misalnya dalam bentuk kecak, yaitu sebentuk nyanyian yang konon menirukan suara kera. Demikian pula beragam gamelan yang dimainkan pun memiliki keunikan, misalnya Gamelan Jegog, Gamelan Gong Gede, Gamelan Gambang, Gamelan Selunding, dan Gamelan Semar Pegulingan. Adapula musik Angklung dimainkan untuk upacara ngaben, serta musik Bebonangan dimainkan dalam berbagai upacara lainnya.
Terdapat bentuk moderen dari musik tradisional Bali, misalnya Gamelan Gong Kebyar yang merupakan musik tarian yang dikembangkan pada masa penjajahan Belanda, serta Joged Bumbung yang mulai populer di Bali sejak era tahun 1950-an. Umumnya musik Bali merupakan kombinasi dari berbagai alat musik perkusi metal (metalofon), gong, dan perkusi kayu (xilofon). Karena hubungan sosial, politik dan budaya, musik tradisional Bali atau permainan gamelan gaya Bali memberikan pengaruh atau saling mempengaruhi daerah budaya di sekitarnya, misalnya pada musik tradisional masyarakat Banyuwangi serta musik tradisional masyarakat Lombok.
Gamelan
Jegog
Genggong
Silat Bali
[sunting]
Tari
Seni tari Bali pada umumnya dapat dikatagorikan menjadi tiga kelompok; yaitu wali atau seni tari pertunjukan sakral, bebali atau seni tari pertunjukan untuk upacara dan juga untuk pengunjung, dan balih-balihan atau seni tari untuk hiburan pengunjung.[2]
Pakar seni tari Bali I Made Bandem[3] pada awal tahun 1980-an pernah menggolongkan tari-tarian Bali tersebut; antara lain yang tergolong ke dalam wali misalnya Berutuk, Sang Hyang Dedari, Rejang dan Baris Gede, bebali antara lain ialah Gambuh, Topeng Pajegan, dan Wayang Wong, sedangkan balih-balihan antara lain ialah Legong, Parwa, Arja, Prembon dan Joged, serta berbagai koreografi tari moderen lainnya.
Salah satu tarian yang sangat populer bagi para wisatawan ialah Tari Kecak. Sekitar tahun 1930-an, Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies menciptakan tari ini berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana. Wayan Limbak mempopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-nya.
Penari belia sedang menarikan Tari Belibis, koreografi kontemporer karya Ni Luh Suasthi Bandem.
Pertunjukan Tari Kecak.
[sunting]
Tarian wali
Sang Hyang Dedari
Sang Hyang Jaran
Tari Rejang
Tari Baris
Tari Janger
[sunting]
Tarian bebali
Tari Topeng
Gambuh
[sunting]
Tarian balih-balihan
Tari Legong
Arja
Joged Bumbung
Drama Gong
Barong
Tari Pendet
Tari Kecak
Calon Arang
[sunting]
Pakaian daerah
Pakaian daerah Bali sesungguhnya sangat bervariasi, meskipun secara selintas kelihatannya sama. Masing-masing daerah di Bali mempunyai ciri khas simbolik dan ornamen, berdasarkan kegiatan/upacara, jenis kelamin dan umur penggunanya. Status sosial dan ekonomi seseorang dapat diketahui berdasarkan corak busana dan ornamen perhiasan yang dipakainya.
[sunting]
Pria
Anak-anak Ubud mengenakan udeng, kemeja putih dan kain.
Busana tradisional pria umumnya terdiri dari:
Udeng (ikat kepala)
Kain kampuh
Umpal (selendang pengikat)
Kain wastra (kemben)
Sabuk
Keris
Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan baju kemeja, jas, dan alas kaki sebagai pelengkap.
[sunting]
Wanita
Para penari cilik mengenakan gelung, songket dan kain prada.
Busana tradisional wanita umumnya terdiri dari:
Gelung (sanggul)
Sesenteng (kemben songket)
Kain wastra
Sabuk prada (stagen), membelit pinggul dan dada
Selendang songket bahu ke bawah
Kain tapih atau sinjang, di sebelah dalam
Beragam ornamen perhiasan
Sering pula dikenakan kebaya, kain penutup dada, dan alas kaki sebagai pelengkap.
[sunting]
Makanan
[sunting]
Makanan utamaAyam betutu
Babi guling
Bandot
Be Kokak Mekuah
Be Pasih mesambel matah
Bebek betutu
Berengkes
Grangasem Jejeruk
Jukut Urab
Komoh
Lawar
Nasi Bubuh
Nasi Tepeng
Penyon
Sate Kablet Sate Lilit
Sate pentul
Sate penyu
Sate Tusuk
Timbungan
Tum
Urutan Tabanan
[sunting]
JajananBubuh Sagu
Bubuh Sumsum
Bubuh Tuak
Jaja Batun Duren
Jaja Begina
Jaja Bendu
Jaja Bikang
Jaja Engol Jaja Godoh
Jaja Jongkok
Jaja Ketimus
Jaja Klepon
Jaja Lak-Lak
Jaja Sumping
Jaja Tain Buati
Jaja Uli misi Tape Jaja Wajik
Kacang Rahayu
Rujak Bulung
Rujak Kuah Pindang
Rujak Manis
Rujak Tibah
Salak Bali
[sunting]
Senjata
Keris
Tombak
Tiuk
Taji
Kandik
Caluk
Arit
Udud
Gelewang
Trisula
Panah
Penampad
Garot
Tulud
Kis-Kis
Anggapan
Berang
Blakas
Pemerintahan Bali
Peta topografi Pulau Bali
Daftar kabupaten dan kota di BaliNo. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Badung Badung
2 Kabupaten Bangli Bangli
3 Kabupaten Buleleng Singaraja
4 Kabupaten Gianyar Gianyar
5 Kabupaten Jembrana Negara
6 Kabupaten Karangasem Karangasem
7 Kabupaten Klungkung Klungkung
8 Kabupaten Tabanan Tabanan
9 Kota Denpasar -
[sunting]
Daftar gubernurNo. Periode Nama Gubernur Keterangan
1 1950 - 1958 Anak Agung Bagus Sutedja
2 1958 - 1959 I Gusti Bagus Oka
3 1959 - 1965 Anak Agung Bagus Sutedja
4 1965 - 1967 I Gusti Putu Martha
5 1967 - 1978 Soekarmen
6 1978 - 1988 Prof. Dr. Ida Bagus Mantra
7 1988 - 1993 Prof. Dr. Ida Bagus Oka
8 1998 - 2003 Drs. Dewa Made Beratha
9 2008 - 2013 I Made Mangku Pastika
I Wayan Sudirta, SH (DPD)
Nyoman Rudana (DPD)
Ida Bagus Gede Agastia, Drs. (DPD)
Ida Ayu Agung Mas, Dra., (DPD)
Dari dan ke
Antara Pulau Bali dan Jawa, tersedia jasa penyeberangan laut melalui pelabuhan Gilimanuk menuju Ketapang menggunakan kapal ferry yang memakan waktu antara 30 hingga 45 menit. Begitu juga dengan penyeberangan antara Pulau Bali dan Lombok, penyeberangan laut melalui pelabuhan Padang Bay menuju Lembar memakan waktu sekitar 4 jam.
Untuk transportasi udara dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah Rai. Landas pacu dan pesawat terbang yang datang dan pergi bisa terlihat dengan jelas dari pantai.
Untuk transportasi udara dilayani oleh Bandara Internasional Ngurah Rai. Landas pacu dan pesawat terbang yang datang dan pergi bisa terlihat dengan jelas dari pantai.
Transportasi Di Bali
Umum
Di Pulau Bali, tidak terdapat rel kereta api namun jaringan jalan sudah tersedia khususnya ke daerah-daerah tujuan wisatawan. Sebagian besar penduduk memiliki kendaraan pribadi dan memilih menggunakannya karena jalur kendaraan umum tidak tersedia dengan baik kecuali taksi.
Jenis kedaraan umum di Bali antara lain:
Dokar (Kendaraan dengan menggunakan hewan kuda sebagai alat penarik)
Ojek (Kendaraan Umum dengan menggunakan sepeda motor)
Bemo (Kendaraan Umum sejenis mikrolet)
Bemo dalam kota
Bemo luar kota (dengan jenis lebih besar)
Taksi
Bus antar kota atau kabupaten.
Bus luar pulau.
Di Pulau Bali, tidak terdapat rel kereta api namun jaringan jalan sudah tersedia khususnya ke daerah-daerah tujuan wisatawan. Sebagian besar penduduk memiliki kendaraan pribadi dan memilih menggunakannya karena jalur kendaraan umum tidak tersedia dengan baik kecuali taksi.
Jenis kedaraan umum di Bali antara lain:
Dokar (Kendaraan dengan menggunakan hewan kuda sebagai alat penarik)
Ojek (Kendaraan Umum dengan menggunakan sepeda motor)
Bemo (Kendaraan Umum sejenis mikrolet)
Bemo dalam kota
Bemo luar kota (dengan jenis lebih besar)
Taksi
Bus antar kota atau kabupaten.
Bus luar pulau.
Demografi
Lahan sawah di Bali
Penduduk Bali kira-kira sejumlah 4 juta jiwa, dengan mayoritas 92,3% menganut agama Hindu. Agama lainnya adalah Islam, Protestan, Katolik, dan Buddha.
Selain dari sektor pariwisata, penduduk Bali juga hidup dari pertanian dan perikanan. Sebagian juga memilih menjadi seniman. Bahasa yang digunakan di Bali adalah Bahasa Indonesia, Bali, dan Inggris khususnya bagi yang bekerja di sektor pariwisata.
Bahasa Bali dan Bahasa Indonesia adalah bahasa yang paling luas pemakaiannya di Bali, dan sebagaimana penduduk Indonesia lainnya, sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Meskipun terdapat beberapa dialek dalam bahasa Bali, umumnya masyarakat Bali menggunakan sebentuk bahasa Bali pergaulan sebagai pilihan dalam berkomunikasi. Secara tradisi, penggunaan berbagai dialek bahasa Bali ditentukan berdasarkan sistem catur warna dalam agama Hindu Dharma; meskipun pelaksanaan tradisi tersebut cenderung berkurang.
Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga (dan bahasa asing utama) bagi banyak masyarakat Bali, yang dipengaruhi oleh kebutuhan yang besar dari industri pariwisata. Para karyawan yang bekerja pada pusat-pusat informasi wisatawan di Bali, seringkali juga memahami beberapa bahasa asing dengan kompetensi yang cukup memadai.
Sejarah Bali
Sawah di sekitar puri Gunung Kawi, Tampaksiring, Bali.
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Sejarah Bali
Penghuni pertama pulau Bali diperkirakan datang pada 3000-2500 SM yang bermigrasi dari Asia. Peninggalan peralatan batu dari masa tersebut ditemukan di desa Cekik yang terletak di bagian barat pulau. Zaman prasejarah kemudian berakhir dengan datangnya orang-orang Hindu dari India pada 100 SM.[rujukan?]
Kebudayaan Bali kemudian mendapat pengaruh kuat kebudayaan India, yang prosesnya semakin cepat setelah abad ke-1 Masehi. Nama Balidwipa (pulau Bali) mulai ditemukan di berbagai prasasti, diantaranya Prasasti Blanjong yang dikeluarkan oleh Sri Kesari Warmadewa pada 913 M dan menyebutkan kata Walidwipa. Diperkirakan sekitar masa inilah sistem irigasi subak untuk penanaman padi mulai dikembangkan. Beberapa tradisi keagamaan dan budaya juga mulai berkembang pada masa itu. Kerajaan Majapahit (1293–1500 AD) yang beragama Hindu dan berpusat di pulau Jawa, pernah mendirikan kerajaan bawahan di Bali sekitar tahun 1343 M. Saat itu hampir seluruh nusantara beragama Hindu, namun seiring datangnya Islam berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di nusantara yang antara lain menyebabkan keruntuhan Majapahit. Banyak bangsawan, pendeta, artis, dan masyarakat Hindu lainnya yang ketika itu menyingkir dari Pulau Jawa ke Bali.
Orang Eropa yang pertama kali menemukan Bali ialah Cornelis de Houtman dari Belanda pada 1597, meskipun sebuah kapal Portugis sebelumnya pernah terdampar dekat tanjung Bukit, Jimbaran, pada 1585. Belanda lewat VOC pun mulai melaksanakan penjajahannya di tanah Bali, akan tetapi terus mendapat perlawanan sehingga sampai akhir kekuasaannya posisi mereka di Bali tidaklah sekokoh posisi mereka di Jawa atau Maluku. Bermula dari wilayah utara Bali, semenjak 1840-an kehadiran Belanda telah menjadi permanen, yang awalnya dilakukan dengan mengadu-domba berbagai penguasa Bali yang saling tidak mempercayai satu sama lain. Belanda melakukan serangan besar lewat laut dan darat terhadap daerah Sanur, dan disusul dengan daerah Denpasar. Pihak Bali yang kalah dalam jumlah maupun persenjataan tidak ingin mengalami malu karena menyerah, sehingga menyebabkan terjadinya perang sampai mati atau puputan, yang melibatkan seluruh rakyat baik pria maupun wanita termasuk rajanya. Diperkirakan sebanyak 4.000 orang tewas dalam peristiwa tersebut, meskipun Belanda telah memerintahkan mereka untuk menyerah. Selanjutnya, para gubernur Belanda yang memerintah hanya sedikit saja memberikan pengaruhnya di pulau ini, sehingga pengendalian lokal terhadap agama dan budaya umumnya tidak berubah.
Jepang menduduki Bali selama Perang Dunia II, dan saat itu seorang perwira militer bernama I Gusti Ngurah Rai membentuk pasukan Bali 'pejuang kemerdekaan'. Menyusul menyerahnya Jepang di Pasifik pada bulan Agustus 1945, Belanda segera kembali ke Indonesia (termasuk Bali) untuk menegakkan kembali pemerintahan kolonialnya layaknya keadaan sebelum perang. Hal ini ditentang oleh pasukan perlawanan Bali yang saat itu menggunakan senjata Jepang.
Pada 20 November 1940, pecahlah pertempuran Puputan Margarana yang terjadi di desa Marga, Kabupaten Tabanan, Bali tengah. Kolonel I Gusti Ngurah Rai, yang berusia 29 tahun, memimpin tentaranya dari wilayah timur Bali untuk melakukan serangan sampai mati pada pasukan Belanda yang bersenjata lengkap. Seluruh anggota batalion Bali tersebut tewas semuanya, dan menjadikannya sebagai perlawanan militer Bali yang terakhir.
Pada tahun 1946 Belanda menjadikan Bali sebagai salah satu dari 13 wilayah bagian dari Negara Indonesia Timur yang baru diproklamasikan, yaitu sebagai salah satu negara saingan bagi Republik Indonesia yang diproklamasikan dan dikepalai oleh Sukarno dan Hatta. Bali kemudian juga dimasukkan ke dalam Republik Indonesia Serikat ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada 29 Desember 1949. Tahun 1950, secara resmi Bali meninggalkan perserikatannya dengan Belanda dan secara hukum menjadi sebuah propinsi dari Republik Indonesia.
Letusan Gunung Agung yang terjadi di tahun 1963, sempat mengguncangkan perekonomian rakyat dan menyebabkan banyak penduduk Bali bertransmigrasi ke berbagai wilayah lain di Indonesia.
Tahun 1965, seiring dengan gagalnya kudeta oleh G30S terhadap pemerintah nasional di Jakarta, di Bali dan banyak daerah lainnya terjadilah penumpasan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia. Di Bali, diperkirakan lebih dari 100.000 orang terbunuh atau hilang. Meskipun demikian, kejadian-kejadian di masa awal Orde Baru tersebut sampai dengan saat ini belum berhasil diungkapkan secara hukum.[1]
Serangan teroris telah terjadi pada 12 Oktober 2002, berupa serangan Bom Bali 2002 di kawasan pariwisata Kuta, menyebabkan sebanyak 202 orang tewas dan 209 orang lainnya cedera. Serangan Bom Bali 2005 juga terjadi tiga tahun kemudian di Kuta dan pantai Jimbaran. Kejadian-kejadian tersebut mendapat liputan internasional yang luas karena sebagian besar korbannya adalah wisatawan asing, dan menyebabkan industri pariwisata Bali menghadapi tantangan berat beberapa tahun terakhir ini.
Geografi Bali
Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil sepanjang 153 km dan selebar 112 km sekitar 3,2 km dari Pulau Jawa. Secara astronomis, Bali terletak di 8°25′23″ Lintang Selatan dan 115°14′55″ Lintang Timur yang mebuatnya beriklim tropis seperti bagian Indonesia yang lain.
Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963. Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.
Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar; sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan.
Gunung Agung adalah titik tertinggi di Bali setinggi 3.148 m. Gunung berapi ini terakhir meletus pada Maret 1963. Gunung Batur juga salah satu gunung yang ada di Bali. Sekitar 30.000 tahun yang lalu, Gunung Batur meletus dan menghasilkan bencana yang dahsyat di bumi. Berbeda dengan di bagian utara, bagian selatan Bali adalah dataran rendah yang dialiri sungai-sungai.
Ibu kota Bali adalah Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar; sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, Jimbaran dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan.
Informasi Tentang Bali oleh Kadek Hery
Bali adalah sebuah pulau di Indonesia, sekaligus menjadi salah satu provinsi Indonesia. Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal sebagai Pulau Dewata.
Langganan:
Postingan (Atom)